Sabtu, 29 September 2012

Pencarian Jati Diri (Part 1)

Alkisah, di sebuah Negeri Antah Brantah bernama Indonesia (katanya Antah Brantah?! -___-) hiduplah seorang anak kecil.

Anak ini, selalu hidup nomaden, berpindah-pindah. Bermula dari kebiasaan orang tuanya, eh malah keterusan, alhasil ia tidak pernah bersama orang yang sama, tidak pernah menetap, bahkan tak jarang terlupakan.

Anak kecil yang bersih pemikirannya, lagi naif, tidak pernah tahu bahwa sebenarnya ia telah dilupakan oleh orang-orang disekitarnya. Yang ia tahu hanyalah, bahwa ia sedang jalan-jalan. Berjalan, terus maju kedepan.

Tahun-tahun berlalu, anak kecil ini pun tumbuh menjadi seseorang yang telah menginjak remaja, orang tuanya pun sudah hidup menetap. Tetapi kebiasaannya yang selalu berpindah-pindah membuat perempuan ini tidak tahan dengan hanya satu kehidupan, dimana masyarakat menuntutnya untuk seperti itu. Ia kaget, mengapa ia bisa masuk ke kehidupan ini? Mengapa mereka begitu individualis? Dan mengapa orang-orang itu berkelompok, hanya bergaul dengan orang yang sama? Apa enaknya? Lantas, mengapa ia berbeda? Ia kebingungan, mencari-cari jati dirinya.

"Oh mungkin, aku tidak akan berbeda bila aku mencoba untuk membaur dengan suatu kelompok" pikirnya suatu hari.

Perempuan ini pun kemudian bergaul dengan suatu kelompok, dimana anak-anaknya adalah tipikal anak remaja gaul. Lima Ber, ber-BB, ber-Fixie, ber-Behel, ber-XLR, dan ber-Mobil.

Memiliki orang tua yang berkecukupan, perempuan ini pun meminta pada kedua orang tuanya untuk membelikan ia segala yang dibutuhkan untuk menjadi anak gaul. Orang tuanya mengiyakan. Hanya dalam waktu sehari, perempuan yang biasa-biasa saja ini resmi dilantik sebagai anak gahol (prokprokprooookkk!!)

Sang Waktu terus berjalan. Lama-kelamaan, perempuan ini bosan dengan kehidupan anak-anak gaul yang hang outnya gak pernah jauh-jauh dari Mall dan Pub. Ia merasa ia hanya hidup di sebuah lingkaran. Selalu melewati sebuah siklus, dan setelah selesai, kembali lagi ke siklus tersebut.
"Ah, tidak bergunanya hidup seperti ini" statement-nya suatu hari.

Ia pun kembali galau. Siapa aku, kalau bukan anak gaul? Secara materi, jelas aku berlebih. Siapa aku?

Kemudian, ia melihat segerombolan anak yang tertutup, terkesan private.
"Eh, siapa mereka?"

Setelah mencari-cari informasi, bertanya sana sini, bahkan sampai menjadi stalker yang kerjanya underground, barulah perempuan ini tahu, kelompok itu adalah golongan orang-orang pintar. 'Dewa'nya sekolah. Garda depan kualitas sekolah bergantung pada manusia-manusia setengah dewa itu. Mereka adalah orang-orang yang hidupnya gak pernah jauh-jauh dari buku. Rutinitas kesehariannya adalah belajar, dan refreshing bagi mereka berarti mengerjakan soal-soal olimpiade. Merasa tertarik, perempuan ini mencoba untuk masuk ke dalam golongan mereka.

Singkat cerita, setelah mondar-mandir mengikuti berbagai macam les, bimbel, mengikuti hampir semua jadwal para 'Manusia Setengah Dewa' itu pun, perempuan ini masuk ke golongan mereka. Ia bahkan menjadi salah satu yang terpintar diantara mereka. Diatas angin, istilahnya. Perempuan ini senang tak kepalang tanggung. Kerja kerasnya terbayar sudah.

Kembali, Sang Waktu merenggut kecintaan perempuan ini terhadap kelompoknya. Lagi-lagi, ia merasa capek dengan hidupnya yang serba berjadwal. Monoton.

Perempuan ini kembali berhenti, dan berfikir.
"Aku bahkan tidak cocok dalam golongan manusia-manusia ini. Siapa aku?"

Perempuan ini terus mencari-cari, kira-kira, kelompok mana lagi yang harus ia ikuti?

Terus menggali, perempuan ini kemudian bertemu dengan sekelompok perempuan yang terkesan sangat private. Lebih private lagi daripada kelompok 'Manusia Setengah Dewa' itu. Setelah mencari tahu, yang memakan waktu sampai beberapa bulan, barulah perempuan ini tahu, mereka adalah kelompok yang agamis. Religius.



Oke! Mau tau kelanjutan ceritanya? Di part 2 yaaa :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar